Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GRESIK
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2020/PN Gsk Muhammad Ali Murtadlo Kejaksaan Negeri Gresik Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 30 Jan. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2020/PN Gsk
Tanggal Surat Kamis, 30 Jan. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Muhammad Ali Murtadlo
Termohon
NoNama
1Kejaksaan Negeri Gresik
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun Pemohon dengan ini menyampaikan duduk permasalahan ( posita) permohonan praperadilan sebagai berikut :

 

I.             TENTANG HAK DAN KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON

1.            Bahwa anggaran dasar GENPATRA pada Pasal 4 huruf h) dan i), Pemohon dalam pendiriannya bermaksud dan bertujuan mendorong penegakan hukum yang adil dan berupaya untuk menjaga kekayaan dan aset Negara seperti sumber daya alam, lingkungan serta memberikan pembelaan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam upaya terciptanya clean government yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta berkontribusi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan KKN;

2.            Bahwa anggaran dasar GENPATRA pada Pasal 5 ayat (1) bagian advokasi yaitu melakukan upaya hukum berupa melaporkan atau mengadukan dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwajib (seperti kepolisian, kejaksaan dan aparat penegak hukum sesuai ketentuan perundang-undangan), mengajukan gugatan keperdataan, gugatan tata usaha negara, class action dan praperadilan terhadap pihak yang bersangkutan;

3.            Bahwa sebagaimana anggaran dasar GENPATRA dalam Pasal 5 ayat (1), Pemohon berhak mengajukan praperadilan terhadap pihak yang bersangkutan yang diindikasikan tidak melakukan dan/atau melanjutkan proses hukum terhadap tindak pidana KKN, sehingga sah menurut hukum (wettig, lawful) Pemohon mengajukan praperadilan;

4.            Bahwa berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), praperadilan terhadap tidak sahnya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dapat diajukan oleh Penyidik atau Penuntut dan Pihak Ketiga yang Berkepentingan;

5.            Bahwa siapa yang dimaksud frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya pada perkara nomor 98/PUU-X/2012 yang diucapkan tanggal 21 Mei 2013 dalam amar putusannya menyatakan :

Mengabulkan permohonan pemohon:

1.1.         Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”:

1.2.         Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;

In casu yang mengajukan permohonan praperadilan adalah Kuasa dari GENPATRA dalam kedudukannya sebagai lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan berdasarkan surat kuasa khusus nomor 01/KUASA/AHP/I/2020 tertanggal 17 Januari 2020;

Berdasarkan fakta yang dikemukakan di atas permohonan praperadilan diajukan oleh pihak yang memiliki kapasitas (bevoegdhied, compatence) sesuai dengan yang digariskan peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon dalam perkara a quo sah menurut hukum (wettig, lafwul);

 

II.            DALIL PENGHENTIAN PENYIDIKAN SECARA MATERIIL

6.            Bahwa Pasal  1 angka 10 huruf  b) KUHAP  menjelaskan "Praperadilan  adalah  wewenang  Pengadilan  Negeri  untuk memeriksa  dan  memutus  menurut  cara  yang  diatur  dalam undang-undang  ini,  tentang  sah  atau  tidaknya  penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan";

7.            Bahwa Pasal  77 huruf a) KUHAP menyatakan "Pengadilan Negeri berwenang  untuk  memeriksa  dan  memutus,  sesuai  dengan ketentuan yang diatur  dalam Undang-Undang ini,  tentang sah atau  tidaknya  penangkapan,  penahanan,  penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan";

8.            Bahwa  Penghentian  Penyidikan  dalam  permohonan  a quo adalah  permohonan  pemeriksaan tidak  sahnya  penghentian penyidikan secara materiil;

9.            Bahwa  KUHAP tidak secara  tegas  menyebutkan  bentuk  penghentian  penyidikan apakah  berupa  Surat  Penghentian  Penyidikan ataupun telah dilimpahkannya perkara ke Pengadilan yang mengakibatkan proses penyidikan berhenti dan diteruskan dengan penuntutan.  Ini  berbeda dengan penghentian penuntutan yang ditegaskan dalam pasal 140  ayat  (2)  huruf  a  menyatakan  penghentian  penuntutan dituangkan dalam surat ketetapan;

10.          Bahwa  berdasarkan  pasal  1  angka  2  KUHAP,  Penyidikan didefinisikan  sebagai  serangkaian  tindakan  penyidik  dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini  untuk mencari dan mengumpulkan bukti  yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;

11.          Bahwa dengan dilimpahkannya perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili sebagaimana Pasal 137 KUHAP, dalam prakteknya penyidik telah selesai melakukan penyidikan dan menghentikan serangkaian tindakan penyidikan dengan memasuki tahap penuntutan, akibatnya (gevolg, effect) tidak jarang jika penyidik khilaf untuk mengungkap pihak lainnya yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana dan juga berpotensi daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78, 79 dan 80 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP);

12.          Bahwa karena tidak adanya panduan baku dalam KUHAP dan rawan terjadinya penyimpangan di dalam pelaksanannya, terdapat beberapa hakim yang melakukan terobosan dengan melakukan penafsiran atas tindakan penyidik yang dikategorikan sebagai bentuk penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam frasa “penghentian penyidikan” dalam KUHAP, salah satu diantaranya putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor 01/PRA/2014/PN.Byl yang  diputuskan tanggal  05  Desember 2014 dan diucapkan tanggal 08 Desember 2014, pada halaman 25 dijelaskan :

“Menimbang,  bahwa  dengan  adanya  tindakan  Termohon  I tersebut  telah  membuat  perkara  in  casu  menjadi menggantung  yang  berlangsung  selama  bertahun-tahun mengakibatkan  ketidakpastian  hukum  terhadap  perkara tersebut;

Menimbang  bahwa  Termohon  I  merupakan  organ  yang melaksanakan  tugas  jalannya  penegakan  hukum  sehingga didalam melaksanakan tugasnya sebagai  aparat  hukum tidak boleh menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap suatu perkara;

Menimbang,  bahwa  oleh  karena  Praperadilan  merupakan fungsi  kontrol  tehadap  jalannya  penyidikan  dan  untuk adanya  kepastian  hukum terhadap  perkara  a  quo  maka terhadap  perkara  a  quo  Hakim  berpendapat  walaupun secara  formil  Termohon  I  tidak  mengeluarkan  Surat Perintah Penghentian Penyidikan terhadap perkara a quo namun  secara  materiil  tindakan  Termohon  I  yang  tidak menindaklanjuti proses penyidikan selama bertahun-tahun dapat  dikatakan  tindakan  Termohon  I  tersebut dipersamakan  dengan  Termohon  I  telah  melakukan Penghentian Penyidikan Terhadap Perkara a quo;

Menimbang,  bahwa oleh karena hakim berpendapat  tindakan Termohon  I  yang  telah  lama  tidak  menindaklanjuti  proses penyidikan terhadap perkara a quo merupakan tindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindakan penghentian penyidikan yang tidak sah maka pengadilan memerintahkan ...dst...”;

 

 

13.          Meskipun penyidik dapat mendasarkan pada perkembangan perkara yang telah diputus di tingkat judex factie, terkadang patut diduga penyidik lalai (nalatig, neglectful) dalam proses penyelidikan maupun penyidikan dengan tidak memeriksa seluruh pihak yang menjadi fakta hukum dan fakta persidangan dalam perkara sebelumnya yang telah diputus;

14.          Bahwa  tidak diselesaikannya  penanganan  suatu  perkara dugaan korupsi beserta turunnya dalam perkara a quo telah melanggar  ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga harus dilakukan upaya hukum pemaknaan secara  diperluas sebagai bentuk penghentian penyidikan materiil dikarenakan  bertentangan dengan azas dan filosofi yang termuat dalam Pasal 4 ayat (2)  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengharuskan tentang pelaksanan penegakan hukum itu untuk memedomani asas peradilan cepat,  sederhana dan biaya ringan serta tidak berbelit-belit.

15.          Bahwa dari  rumusan  itu  diketahui  bahwa  setiap “kelambatan” penyelesaian perkara pidana yang disengaja oleh aparat penegak hukum merupakan pelanggaran terhadap HAM. Serta dalam Pasal  9  ayat  (3)  International  Convenant  on  Civil  and Political  Right  (ICCPR) Tahun 1966 yang menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilaksanakan sesegera mungkin;

Sehubungan dengan itu, demi tegaknya asas fair trial and honest trial, hakim praperadilan yang memeriksa perkara ini, hendaknya dapat menilai dan mempertimbangkan dengan seksama secara argumentatif dan konfrontatif alasan permohonan praperadilan yang diajukan berhadapan dengan pertimbangan perkara a quo;

 

III.           ALASAN POKOK PERKARA YANG MENDASARI PERMOHONAN PEMERIKSAAN PRAPERADILAN

 

Landasan Yuridis Pemberian Insentif Pajak

16.          Berdasarkan Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif  Pemungutan Pajak  Daerah  dan  Retribusi  Daerah  yang  menjadi  dasar  pemberian  insentif pemungutan pajak daerah bagi  pelaksana pemungutan pajak daerah dalam hal  ini para  pegawai  Badan  Pendapatan,  Pengelolaan  Keuangan  dan  Aset  Daerah (BPPKAD)  Kabupaten Gresik sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

17.          Bahwa  dengan  adanya target  penerimaan  pajak  daerah  serta  hasil realisasinya sehingga diperoleh insentif pajak daerah di BPPKAD Kabupaten Gresik, dimana mekanisme  prosesnya berawal dari penyusunan konsep Kebijakan Umum Anggaran–Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS)  pada tahun anggaran oleh pihak Bappeda Kabupaten Gresik bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kemudian disetujui  bersama Bupati  Gresik dan Banggar DPRD Kabupaten Gresik, selanjutnya disusunlah konsep awal  RAPBD oleh tim anggaran Pemerintah Daerah  Kabupaten  Gresik  dimana  dari  pihak  BPPKAD  Kabupaten  Gresik mengajukan anggaran sampai dengan jenis pendapatan dan jenis Belanja di  dalam RAPERDA, serta anggaran sampai  dengan rincian obyek pendapatan dan rincian obyek belanja di dalam RAPERBUP, termasuk di dalam rincian obyek pendapatan RAPERBUP  tersebut  ada  target  pendapatan  jenis  pajak  daerah  terdiri  dari  11 komponen obyek pajak yakni  pajak hotel,  pajak restoran,  hiburan,  reklame, penerangan jalan, parkir, air tanah, mineral bukan logam, PBB, dan BPHTB;

18.          Bahwa  setiap  obyek  pajak  tersebut  memiliki  target  pendapatan  yang  jika masing-masing tercapai  target pendapatannya maka akan diberikan insentif pajak sebesar 5% dari  total  pendapatan yang sudah dalam bentuk angka nominal  (bukan prosentase) lalu dimasukkan dalam rincian obyek belanja RAPERBUP;

19.          Bahwa  konsep RAPBD yang sudah tuntas disahkan oleh DPRD Kabupaten Gresik  untuk  kemudian  diajukan  ke  Pemprov  Jatim selanjutnya  diberikan  nomor registrasi  PERDA APBD  dan  PERBUP,  hingga  akhirnya  disahkan  secara  resmi menjadi  PERDA APBD tahun anggaran dan PERBUP tentang Penjabaran APBD tahun anggaran;

20.          Bahwa alokasi peruntukan dana insentif berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan  Insentif  Pemungutan  Pajak  daerah  dan  Retribusi  Daerah,  secara proporsional dibayarkan kepada:

a.            Pejabat dan pegawai  Instansi Pelaksana Pemungut  Pajak dan Retribusi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing;

b.            Kepala  Daerah  dan  Wakil  Kepala  Daerah  sebagai  penanggung  jawab pengelolaan keuangan daerah;

c.             Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah;

d.            Pemungut  Pajak  Bumi  dan  Bangunan  pada  tingkat  Desa/Kelurahan  dan Kecamatan,  Kepala  Desa/Lurah  atau  sebutan  lain  dan  Camat,  dan  tenaga lainnya yang ditugaskan oleh Instansi Pelaksana Pemungut Pajak; dan

e.            Pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Pajak dan Retribusi.

 

Pemotongan Dana Insentif Pajak Di BPPKAD Kabupaten Gresik

21.          Bahwa  dalam pelaksanaannya  telah  terjadi  penyimpangan  berupa  praktik pemotongan sejumlah prosentase tertentu dari insentif yang diberikan kepada para Pejabat dan Pegawai BPPKAD Kabupaten Gresik;

22.          Bahwa penyimpangan pemotongan sejumlah prosentase tertentu dari insentif yang diberikan tersebut tidak melalui mekanisme dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan;

23.          Bahwa dalam perkembangannya, pada tanggal 14 Januari 2019, Termohon telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pemotongan insentif pendapatan pajak di lingkungan BPPKAD Pemerintah Kabupaten Gresik sebagaimana di atas terhadap M. Mukhtar, S.Sos.,M.M selaku Sekretaris BPPKAD  Pemerintah Kabupaten Gresik;

24.          Bahwa perkara korupsi di lingkungan BPPKAD Pemerintah Kabupaten Gresik telah berangsur nampak dipermukaan dengan telah diputusnya pada tingkat judex factie putusan atas nama terdakwa M. Mukhtar, S.Sos.,M.M dengan salah satu amarnya menyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut (dakwaan kedua Termohon Pasal 12 Huruf F jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP) sebagaimana dalam putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby yang termuat pada publikasi dokumen elektronik putusan seluruh Pengadilan di Indonesia (Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia) – (selanjutnya disebut putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby);

25.          Bahwa dalam putusan atas nama terdakwa M. Mukhtar, S.Sos.,M.M sebagaimana di atas, termuat dakwaan M Mukhtar yang disusun oleh Termohon pada halaman 19 point pertama putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby yang narasinya dengan tegas pada pokoknya menyatakan       “ bahwa pada kenyataanya pengelolaan dana hasil potongan dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik tersebut selain dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kantor yang tidak terakomodir oleh APBD, Namun dialokasikan juga sebagai bentuk hadiah kepada pihak-pihak diluar BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain :

-              Bupati Gresik;

-              Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik;

-              Kepala BKD Kabupaten Gresik;

-              Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik;

-              Ajudan dan Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda;

-              Serta pihak-pihak lainnya. ”

 

Pendistribusian Dana Potongan Insentif Pajak

26.          Bahwa dalam pertimbangan majelis hakim pada putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby pada halaman 192 paragraf ke-2 secara ekspresif verbis pada triwulan I (Januari – Maret) 2018 menyatakan  “Menimbang ...dst... untuk  kebutuhan  di  luar  BPPKAD  baik  yang  rutin  maupun  insidentil  sebesar Rp.286.000.000,- (antara lain diserahkan sebagai  hadiah kepada  pihak-pihak di  luar kantor  BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik; Kepala BKD Kabupaten Gresik; Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik; Ajudan  dan  Sekpri  Bupati,  wakil  Bupati,  Sekda; LSM;  serta  pihak-pihak lainnya ... dst”;

27.          Bahwa majelis hakim juga dalam pertimbangannya, pada halaman 193 paragraf ke-1 secara ekspresif verbis pada triwulan ke II (April – Juni) 2018 dengan sistem prosentase pemotongan yang berbeda dengan triwulan I yaitu pengenaan prosentase sebesar 25% (dua puluh lima persen) secara merata untuk seluruh pejabat struktural dan pegawai BPPKAD dengan dalih untuk azas keadilan dan proporsionalitas yang pendistribusiannya dengan tegas dinyatakan “Menimbang ...dst... dan setelah terkumpul  ditangan terdakwa, maka  pendistribusiannya  sebagaimana seperti  pendistribusian Triwulan I...dst” ;

28.          Bahwa selain itu, majelis hakim dalam pertimbangannya juga pada halaman 194, secara ekspresif verbis pada triwulan III (Juli – September) 2018 pendistribusian potongan insentif pajak dilakukan kepada berbagai pihak, yang narasinya dengan tegas menyatakan “Menimbang ...dst... untuk kebutuhan di  luar BPPKAD baik yang rutin maupun insidentil sebesar Rp.677.401.000,-(enam ratus tujuh puluh tujuh juta, empat ratus satu ribu rupiah) seperti antara lain untuk Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik; Kepala BKD Kabupaten Gresik; Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik; Ajudan Bupati,  Wakil  Bupati,  Sekda; LSM;  serta pihak-pihak lainnya...dst.”

29.          Bahwa dengan berdasarkan pada ratio decidendi sebagaimana di atas, pihak manapun yang menerima secara rutin yang disebutkan dalam putusan tersebut yang telah divonis ditingkat judex factie, haruslah dilakukan penyidikan dan apabila didapat dugaan yang kuat mengarah suatu tindak pidana maka dapat dinyatakan sebagai tersangka dan diproses ke Pengadilan sebagaimana yang sudah terjadi pada M Mukhtar;

 

Pemotongan Dana Insentif Dilakukan Sejak Tahun 2014

30.          Bahwa Prima Facie, pemotongan dana insentif tersebut dilakukan pemotongan sejak masa kepemimpinan Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, M.M berdasarkan prosentase kepada Pejabat dan Pegawai BPPKAD Kabupaten Gresik berdasarkan pengakuan (bekentfenis, confession) Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, M.M selaku Kepala BPPKAD Tahun 2014 yang diucapkan di bawah sumpah dimuka persidangan yang tertuang pada putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dan juga menjadi fakta hukum;

31.          Bahwa pemotongan dana insentif pada tahun 2014 tersebut secara jelas narasi dalam fakta hukumnya pada halaman 180 putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dilakukan atas perintah Drs. Agus Pramono selaku sekretaris dan Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, M.M selaku Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik pada saaat itu, yang juga hasil pemotongan dana insentif selain dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kantor yang tidak terakomodir oleh APBD juga dialokasikan sebagai bentuk hadiah kepada pihak-pihak di  luar  BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain kepada :

-              Bupati Gresik;

-              Asisten I,  II  dan III;

-              Staf Setda Kabupaten Gresik;

-              Kepala BKD Kabupaten Gresik;

-              Kabag Hukum,  Kasubag  Hukum Kabupaten  Gresik;

-              Ajudan  dan  Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda;

-              Serta pihak-pihak lainnya;

32.          Bahwa kendatipun demikian, hingga saat ini Termohon belum melakukan penyidikan dan apabila diduga terdapat tindak pidana maka dapat ditetapkan tersangka terhadap sekretaris dan kepala BPPKAD Kabupaten Gresik tahun 2014 sebagaimana yang terjadi pada M Mukhtar;

33.          Bahwa dalam perjalanannya perkara korupsi di BPPKAD Kabupaten Gresik memunculkan tersangka baru yang saat ini sudah memasuki persidangan dengan status terdakwa dan menjadi Tahanan Kota oleh Pengadilan Tipikor Surabaya yaitu Andy Hendro Wijaya selaku mantan Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik dan saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Gresik dengan nomor perkara 144/Pid.Sus-TPK/2019/PN Sby;

34.          Bahwa dengan telah dilimpahkannya berkas perkara Andy Hendro Wijaya ke Pengadilan, penyidikan yang dilakukan oleh Termohon menjadi berhenti secara materiil, semestinya Termohon melanjutkan penyidikan kepada pihak-pihak yang juga menerima secara rutin setiap triwulannya dari hasil tindak pidana korupsi yang ada di BPPKAD Kabupaten Gresik dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 11 UU Tipikor bagi yang patut diduga berhubungan dengan  jabatannya;

 

Pemberian Hadiah Kepada Pejabat Terkait

35.          Bahwa bahkan dalam fakta-fakta hukum putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby pada halaman 180 dan 181, terdapat fakta hukum yang didasarkan pada keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa didukung dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan serta barang bukti satu dengan lainnya saling bersesuaian, yaitu :

“Bahwa  pengelolaan  dana  hasil  potongan  dana  insentif  pemungutan  pajak daerah Kabupaten Gresik tersebut selain dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kantor yang tidak terakomodir  oleh APBD, juga dialokasikan sebagai bentuk hadiah kepada pihak-pihak di  luar  BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain kepada Bupati Gresik; Asisten I,  II  dan III, Staf  Setda Kabupaten Gresik; Kepala BKD Kabupaten Gresik; Kabag Hukum,  Kasubag  Hukum Kabupaten  Gresik; Ajudan  dan  Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda; serta pihak-pihak lainnya.

 

Bahwa  pemberian  uang  hasil potongan  dana  insentif  pemungutan  pajak daerah Kabupaten Gresik kepada pihak-pihak lain di luar BPPKAD Kabupaten Gresik tersebut  dilakukan rutin setiap triwulannya ketika dana insentif  pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik dicairkan 4 (empat) kali dalam setahun secara triwulanan, dimana  yang  biasanya menyerahkan/mendistribusikan uang  adalah  Dra.  SITI FAUZIAH, MM., saksi Drs. AGUS PRAMONO, Dr. Dra. YETTY SRI SUPARYATIDRA,MM.,  dan  terdakwa  sendiri  yang  pada  saat  itu  masih  menjabat  sebagai  Kepala Bidang Anggaran/Kepala Bidang PBB;”

36.          Bahwa dengan demikian pihak manapun baik dari Pemerintah Kabupaten Gresik dan pihak lainnya yang berdasarkan fakta hukum dalam Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby  disebut menerima alokasi sebagai bentuk hadiah dari hasil pungutan insentif secara melawan hukum (wederrechtelijk) haruslah dilakukan penyidikan dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka dapat dinyatakan sebagai Tersangka dan diproses ke Pengadilan;

 

Berkurangnya Uang Pengganti Yang Harus Dikembalikan Oleh M Mukhtar di Tingkat Banding

37.          Bahwa sebagaimana dalam amarnya angka 3 ditingkat judex factie pada putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby, M Mukhtar dijatuhkan juga pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebagai hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan sejumlah Rp. 2.163.357.523,- (dua milyard seratus enam puluh tiga juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus dua puluh tiga rupiah);

38.          Bahwa kemudian pada tingkat judex factie (banding) di Pengadilan Tinggi Surabaya yang diajukan oleh M Mukhtar dan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dalam putusan tingkat Banding Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2019/PT. Sby yang termuat pada publikasi dokumen elektronik putusan seluruh Pengadilan di Indonesia (Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia) – (selanjutnya disebut putusan Banding Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2019/PT. Sby) telah memperbaiki sebagian amar yang terdapat pada Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby sekedar mengenai pidana tambahan berupa uang pengganti;

39.          Bahwa dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim (ratio decidendi) di tingkat Banding, pada paragraf ke- 2 halaman 69 putusan Banding Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2019/PT. Sby menyatakan :

“Menimbang,  bahwa  kerugian  Negara  akibat  perbuatan  Terdakwa secara  berlanjut  selaku  Seketaris  Kantor  Badan  Pendapatan  Pengelolaan Keuangan dan Aset  Daerah (BPPKAD)  selama 2018 sampai  dengan tahun 2019,  yaitu  Termin  I  sampai  dengan  Termin  IV  yang  tidak  bisa dipertanggungjawabkan  oleh  Terdakwa  semula  adalah  sejumlah Rp1.198.608.960,-  (satu milyar  seratus sembilan puluh delapan juta enam ratus delapan ribu sembilan ratus enam puluh rupiah);”

Dengan demikian setelah dikurangi  uang hasil  OTT sejumlah Rp. 374.186.000.-  (tiga ratus tujuh puluh empat juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah) dan dikurangi uang titipan sejumlah Rp. 167.900.000,- (seratus enam puluh tujuh juta sembilan ratus ribu rupiah),  sehingga  kerugian  Negara  yang  menjadi  tanggungjawab  pribadi terdakwa M Mukhtar adalah sejumlah Rp. 666.985.960,-(enam ratus enam puluh enam juta sembilan ratus delapan puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh rupiah);

40.          Bahwa dengan adanya perubahan pidana tambahan berupa menurunnya pembayaran uang pengganti kerugian  Negara  yang  menjadi  tanggungjawab  pribadi M Mukhtar dari Rp. 2.163.357.523,- (dua milyard seratus enam puluh tiga juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus dua puluh tiga rupiah) menjadi Rp1.198.608.960,-  (satu milyar  seratus sembilan puluh delapan juta enam ratus delapan ribu sembilan ratus enam puluh rupiah), maka didapatkan selisih kerugian Negara yang belum jelas kepada siapa dipertanggungjawabkan sebesar  Rp. 964.748.563,- (sembilan ratus enam puluh empat juta tujuh ratus empat puluh delapan ribu lima ratus enam puluh tiga rupiah);

41.          Bahwa sebagaimana Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, menggunakan frasa “jumlah sebanyak-banyak sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi”, dikaitkan dengan berkurangnya pembayaran uang pengganti M Mukhtar maka didapatkan selisih kerugian Negara sebesar Rp. 964.748.563,- (sembilan ratus enam puluh empat juta tujuh ratus empat puluh delapan ribu lima ratus enam puluh tiga rupiah) yang belum dapat dipertanggungjawabkan secara formil dan kepada siapa dibebankan konsekuensi hukumnya;

 

Tentang Hukumnya Bagi Pejabat Penerima Hadiah Yang Berkaitan Dengan Jabatannya

42.          Bahwa dengan berpedoman pada Pasal 11 UU Tipikor yang dengan tegas menyatakan :

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.”

43.          Bahwa dengan berlandaskan teori penafsiran sistematis, sebagaimana Pasal 171 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemberian insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu terhadap instansi yang melaksanakan pemungutan pajak dilakukan dengan cara sebagaimana diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan mendasari Undang-Undang tersebut, pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tegas menyatakan :

“Penerima pembayaran Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan besarnya pembayaran Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.”

Dengan demikian, secara yuridis formil penerima dan besaran insentif pajak yang akan diterima oleh BPPKAD dan pihak lainnya ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah dalam kekuasan atau wewenang jabatannya sebagai Bupati ataupun Walikota;

44.          Bahwa namun demikian sampai dengan didaftarkannya praperadilan ini, Termohon belum melakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang disebut menerima hasil pemotongan dana insentif dalam putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby (fakta hukum), sehingga haruslah dimaknai telah terjadi penghentian penyidikan perkara secara materiil atas dugaan tindak pidana pemotongan insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik;

 

Landasan Yuridis Kewajiban Termohon Dalam Perkara A Quo

45.          Bahwa sebagaimana Pasal 106 KUHAP yang berbunyi :

“Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan”,

Dengan demikian kata “segera” atau “secepatnya” sebagaimana bunyi ketentuan tersebut di atas haruslah pada kesempatan pertama membuka penyidikan, dengan didasarkan pada fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby.

Lazimnya termohon sudah mengetahui adanya penerima alokasi pungutan atau pemotongan dana insentif secara rutin di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan sebagaimana unsur dalam Pasal 11 UU Tipikor, namun hingga saat ini pihak-pihak yang disebutkan dalam fakta hukum tersebut yang diduga memiliki hubungan kekuasan dan kewenangan jabatan, diduga belum pernah sekalipun dimintai keterangan atau klarifikasi sebagai saksi atas fakta hukum tersebut secara resmi pada tingkat penyidikan;

46.          Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 226 ayat (2) KUHAP mengatur lebih lanjut pemberian salinan putusan dalam hukum acara pidana yang menyatakan :

“(2)   Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya diberikan atas permintaan.”

Dengan mendasari ketentuan sebagaimana dimaksud, Termohon selaku penyidik dan penuntut umum dalam perkara M Mukhtar seyogyanya telah menerima salinan putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dan memahami dengan cermat tentang fakta hukumnya;

47.          Bahwa dengan tidak tuntasnya penanganan perkara dugaan tindak pidana pemotongan dana insentif pajak secara menyeluruh hingga pihak penerimanya, menjadikan pihak-pihak yang diduga terkait dan atau terlibat tidak bisa diadili sebagaimana mestinya;

48.          Bahwa Termohon tidak segera melakukan penyidikan atas fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby, haruslah disinkronkan dengan ketentuan Pasal 78 KUHP tentang Daluarsa, sehingga dugaan upaya mengulur-ngulur waktu haruslah dimaknai Termohon akan menunggu daluarsa sehingga perkara secara otomatis berhenti penyidikannya sebagaimana ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP;

49.          Bahwa untuk mengatasi dugaan ketidakpastian dan dugaan berlarut-larutnya penanganan perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik diperlukan recht finding (penemuan hukum) dalam rangka mengisi kekosongan hukum atas kebutuhan penanganan perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik oleh Termohon dalam bentuk hakim mengabulkan permohonan praperadilan a quo dan perintah hakim kepada Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bentuk melakukan penyidikan dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai dengan menetapkan tersangka terhadap pihak-pihak yang menerima alokasi pemotongan dana insentif di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan dan melanjutkan dengan pendakwaan dan penuntutan proses persidangan;

50.          Bahwa tujuan Praperadilan adalah sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Pasal 80 KUHAP berbunyi : “Pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana  pengawasan secara  horizontal.”  Bukan  bermaksud menggurui, jika terjadi ketidakpastian hukum dan ketidak-adilan bagi Korban Korupsi di Kabupaten Gresik serta mencederai rasa keadilan bagi mayarakat luas dengan dugaan berlarut-larutnya  penanganan  perkara  pemotongan insentif pajak dan dugaan tebang pilih penanganan perkara,  maka  atas dasar kewenangannya maka Majelis Hakim dalam memberikan putusan Praperadilan  tidak semata-mata atas formalitas dan kepastian hukum,  tetapi Majelis Hakim  harus memutus Praperadilan a quo demi tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran bagi masyarakat luas dengan mengabulkan seluruh Petitum Permohonan Praperadilan dalam perkara a quo. Mohon diijinkan Pemohon dan masyarakat Kabupaten Gresik merasakan hukum yang tegak, berkeadilan dan berkebenaran;

51.          Bahwa dapat direnungkan, senyatanya Termohon terhadap dalil-dalil di atas dapat diduga tidak melanjutkan penyidikan atas perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik sesuai fakta hukum atas putusan perkara Nomor: 59/Pid.Sus-TKP/2019PN.Sby dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai menetapkan Tersangka terhadap pihak-pihak yang menerima alokasi pemotongan dana insentif di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan sehingga dengan demikian tindakan a quo sebagai bentuk PENGHENTIAN PENYIDIKAN pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik secara tidak sah dan melawan hukum (wederrechtelijk);

52.          Bahwa oleh karena Penghentian Penyidikan atas perkara a quo adalah tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya, maka selanjutnya Termohon diperintahkan untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;

 

Petitum

Sehubungan dengan itu, cukup beralasan bagi Pemohon untuk meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Gresik c.q Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa permohonan praperadilan ini, untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:

Primair :

1.            Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2.            Menyatakan Pemohon sah kedudukannya sebagai pihak ketiga berkepentingan dan berhak mengajukan permohonan praperadilan dalam perkara a quo;

3.            Menyatakan secara hukum Termohon telah melanggar ketentuan dalam Pasal 106 KUHAP serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam menangani perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik, sehingga pelanggaran a quo merupakan bentuk penghentian penyidikan secara tidak sah dan batal demi hukum;

4.            Memerintahkan Termohon untuk melakukan penyidikan terhadap pihak yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan yang berdasarkan fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby menerima secara rutin setiap triwulan potongan dana insentif BPPKAD Kabupaten Gresik dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai dengan menetapkan Tersangka dan melanjutkan dengan pendakwaan dan penuntutan dalam proses persidangan;

5.            Memerintahkan Termohon untuk melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan pemotongan dana insentif di BPPKAD Kabupaten Gresik Tahun 2014 sebagaimana fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai dengan menetapkan Tersangka dan melanjutkan dengan pendakwaan dan penuntutan dalam proses persidangan;

6.            Membebankan biaya perkara yang timbul menurut hukum.

 

Subsidair :

Apabila hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan pemeriksaan praperadilan ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya