Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GRESIK
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2019/PN Gsk ANDHY HENDRO WIJAYA, S. SOS., M.SI. Kejaksaan Negeri Gresik Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 21 Nov. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2019/PN Gsk
Tanggal Surat Kamis, 21 Nov. 2019
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1ANDHY HENDRO WIJAYA, S. SOS., M.SI.
Termohon
NoNama
1Kejaksaan Negeri Gresik
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PRAKATA PERMOHONAN PEMOHON.

 

  1. Bahwa Permohonan Pemohon Praperadilan ini diajukan sebagai upaya mencari titik terang dan kejelasan suatu perkara, Permohonan Praperadilan ini  sebelumnya telah diajukan dan diputuskan dalam Perkara Nomor 3/Pid.Pra/2019/PN Gsk tanggal 11 November 2019, dengan amar putusan :

 

Dalam Provisi :

  • Menolak Provisi Pemohon

Dalam Ekspesi :

  • Menolak Eksepsi Termohon

Dalam Pokok Perkara :

  1. Menyatakan permohonan Praperadilan Pemohon tidak dapat diterima;
  2. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon sejumlah Nihil;

 

  1. Bahwa Permohonan Pemohon Praperadilan sebelumnya tersebut N.O (Menyatakan permohonan Praperadilan Pemohon tidak dapat diterima) dengan ratio decidendi (pertimbangan hakim) berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA RI) Nomor 1 Tahun 2018 Tentang larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status DPO (daftar pencarian orang), oleh karena itu  terbukti Pemohon dalam Kedudukan melarikan diri dalam arti untuk menghindari proses hukum maka Pemohon tidak  dapat mengajukan permohonan praperadilan;

 

  1. Bahwa Pemohon pada tanggal 18 November 2019 datang menghadiri pemanggilan dari Kejaksaan Negeri Gresik untuk diperiksa sebagai Tersangka, guna menindaklanjuti pemanggilan Kejaksaan Negeri Gresik tanggal 12 November 2019;

 

DASAR HUKUM PERMOHON PRAPERADILAN :

 

  1. Bahwa permohonan praperadilan  mengacu/merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan sebagai berikut :

 

  1. Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3) yang menegaskan bahwa Indonesia sebagai Negara hukum (rechtsstaat/constitusionalstate) yang menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM) serta menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada pengecualiannya. Dalam Pasal 28D ayat (1) ditegaskan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil”;

 

  1. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa salah satu hak asasi manusia menurut piagam PBB tentang Declaration Universal of Human Right 1948 adalah hak untuk mendapat perlindungan hukum;

 

  1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 77 sampai dengan Pasal 83;

 

  1. Undang-undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 sampai dengan Pasal 37;

 

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;

 

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka;
  2. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

 

  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

  1. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;
  2. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
  1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
  2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
  3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012;
  4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
  5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;

 

  1. Bahwa pada Pemohon telah ditetapkan tersangka oleh Termohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor Print-02/M.5.27/Fd.1/10/2019 tanggal 21 Oktober 2019;
  2. Bahwa berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor Print-02/M.5.27/Fd.1/10/2019 tanggal 21 Oktober 2019 Jo. Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor PRINT-01.d/M.5.27/Fd.1/10/2019 tanggal 10 Oktober 2019 Jo. Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor PRINT-01/O.5.25/Fd.1/01/2019 tanggal 15 Januari 2019 Jo. Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor PRINT-01.a/O.5.25/Fd.1/01/2019 tanggal 15 Januari 2019 Jo. Surat Perintah Perpanjangan Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor PRINT-01.b/O.5.25/Fd.1/02/2019 tanggal 14 Februari 2019 Jo. Surat Perintah Perpanjangan Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik ke-II Nomor PRINT-01.c/O.5.25/Fd.1/03/2019 tanggal 15 Maret 2019 Perihal Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemotongan Insentif Pemungutan Pajak Daerah pada Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kab. Gresik tahun 2018;
  3. Bahwa tindakan Termohon menjadikan Pemohon sebagai Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi pada tanggal 21 Oktober 2019, di tahap penyidikan, dimana Pemohon belum diperiksa bertentangan dengan :
    1. Pasal 1 angka 5 KUHAP menyatakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan penyidikan  dalam pasal 1 angka 2 KUHAP adalah “serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”;

 

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 pada halaman 98 : Bukti Permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya;

 

  1. Bahwa alat bukti yang dimasudkan di sini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa ataukah petunjuk. Bahwa kata – kata “bukti permulaan” dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Selanjutnya untuk menakar bukti permulaan, tidaklah dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada tersangka. Pada hakikatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen – elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal;
  2. Bahwa pihak penyelidik/penyidik Kejaksaan Negeri Gresik belum menemukan adanya alat bukti yang cukup untuk mengarah kepada Pemohon  yang diduga melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dugaan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f Jis Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jis Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis Pasal 64 ayat (1) KUHP, hal tersebut dengan mengacu/berdasar pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby tertanggal 12 September 2019;
  3. Bahwa berkenaan dijadikan Pemohon sebagai Tersangka menurut Pemohon hal tersebut merupakan perbuatan yang tergesa-gesa dari Penyidik dengan hanya dasar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby tertanggal 12 September 2019 atas nama terdakwa M. Mukhtar, S.Sos, MM., hal mana terhadap putusan a-quo belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dikarenakan masih ada/sedang dalam upaya hukum banding;
  4. Bahwa Pemohon hingga saat ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor PRINT-02/M.5.27/Fd.1/10/2019 tanggal 21 Oktober 2019, belum pernah dimintai keterangan sebagai saksi, hal ini bertentangan dengan Pasal 184 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, sehingga penetapan tersangka oleh Termohon kepada Pemohon a quo haruslah dinyatakan tidak sah secara hukum;
  5. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka terlebih dahulu oleh Termohon sebagaimana diatur Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f Jis Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jis Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis Pasal 64 ayat (1) KUHP, hal tersebut dengan mengacu/berdasar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby tertanggal 12 September 2019 seharusnya pun jika ada dugaan peritiwa tindak pidana dalam kasus ini yang terlebih dahulu dijadikan tersangka ada orang lain dengan mengacu kepada SK tertanggal 2 Februari 2018 seharusnya pejabat sebelumnya yang merupakan program pimpinan sebelumnya;
  6. Bahwa seperti yang dijelaskan sebelumnya Pemohon dijadikan tersangka seolah tergesa-gesa hal ini terlihat dari upaya pemanggilan Pemohon dalam hal pemeriksaan hingga pemohon menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), pemanggilan oleh Termohon apakah dapat dinyatakan sah dengan jangka waktu yang sangat sempit dan tidak sesuai dengan kaidah pemanggilan minimal 3 (tiga) hari kerja;
  7. Bahwa akibat penetapan tersangka oleh Termohon kepada Pemohon yang tidak sah secara hukum, maka Termohon diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada Pemohon sebesar Rp 1000,- (seribu rupiah) dan memulihkan hak-hak Pemohon, baik harkat  dan martabatnya dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian PEMOHON seperti tersebut diatas, PEMOHON minta kiranya Yang Mulia Hakim yang menyidangkan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Gresik pada tingkat pelaksanaan Praperadilan sudi menyatakan putusan :

 

  1. Menerima Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan Penetapan Tersangka Andhy Hendro Wijaya, S.Sos, Msi oleh Termohon adalah tidak sah secara hukum.
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan  yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon.
  4. Menghukum Termohon untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 1000,- (seribu rupiah).
  5. Memulihkan hak-hak Pemohon, baik harkat  dan martabatnya dalam masyarakat.
  6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara.

 

Atau jika Pengadilan berpendapat lain, Mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya