Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GRESIK
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Gsk AWANG DWI APRILIANTO bin SUTEJO KAPOLRES GRESIK Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 24 Mar. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Gsk
Tanggal Surat Rabu, 24 Mar. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1AWANG DWI APRILIANTO bin SUTEJO
Termohon
NoNama
1KAPOLRES GRESIK
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Untuk mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap penahanan tersangka yang tidak sah oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Gresik karena telah  di duga melakukan tindak pidana setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum melakukan pemufakatan jahat menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar ata menyerahkan atau memiliki, menyimpan, meguasai atau menyediakan narkotika golongan I jenis sabu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) Subs Pasal 112 ayat (1) Jo. 132 ayat (1) UU no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
    1. Bahwa Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia.

Menurut Andi Hamzah, bahwa “praperadilan menjadi satu mekanisme control terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut.”

Hal ini bertujuan agar hukum ditegakan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap tersangka dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan dapat terpenuhi. Disamping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian.

 

  1. Bahwa penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang (pasal 1 ke 21 KUHAP) dan untuk memerintahkan penahanan terhadap seorang tersangka/terdakwa tersebut haruslah disertai alasan yang sah yang harus dipedomani oleh setiap pejabat pada setiap tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan.

Bahwa pasal 21 ayat 1 dan 4 KUHAP mengatur alas an yang sah menurut Undang-undang yang menjadi dasar hukum untuk melakukan penahanan yaitu harus dipenuhinya:

  1. Alasan obyektif:

Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana:

  • Dugaan itu harus berdasarkan bukti yang cukup (vide pasal 21 ayat 1 KUHAP)
  • Tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan kepadanya diancam dengan pidana penjara lim atahun penjara atau lebih
  • Tindak pidana yang disebut terperinci satu persatu dalam pasal 21 ayat 4 (vide pasal 21 ayat 4 KUHAP)
  1. Alasan subyektif:

Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri: kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau kekhawatiran mengulangi tindak pidana.

 

  1. Bahwa sebagaiamana yang dimaksud dalam Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
  • Pasal 20 KUHAP yang bunyinya:
    1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
    2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan
    3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan

 

  • Pasal 24 KUHAP yang bunyinya:
  1. Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari
  2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari
  3. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi
  4. Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hokum
  • Pasal 1 angka 10 KUHAP

 “Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

 

  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

 

  1. PROSES PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA / PEMOHON PRAPERADILAN
    1. Bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor B/74/1/RES.4.2/2021/Sat.Narkoba tanggal 24 Januari 2021 (P-1)
    2. Bahwa berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/31/I/2021/Sat Res Narkoba tanggal 23 Januari 2021 (P-2)
    3. Bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Kepala Kepolisian Resor Gresik Kasat Reserse Narkoba Nomor B/75/I/RES.4.2/2021/Sat Narkoba tanggal 24 Januari 2021 (P-3)
    4. Bahwa berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprint-Han/31/I/2021/SatResNarkoba tanggal 24 Januari 2021 (P-4)
    5. Bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Kepala Kepolisian Resor Gresik Kasat Reserse Narkoba Nomor B/22/II/RES.4.2/2021/Sat Narkoba tanggal 11 Februari 2021 (P-5)
    6. Bahwa berdasarkan Surat Perpanjangan Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor 28/M.5.27/Euh.1/01/2021 tanggal 27 Januari 2021 (P-6)
    7. Bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Kepala Kepolisian Resor Gresik Kasat Reserse Narkoba Nomor B/201/III/RES.4.2/2021/Sat Narkoba tanggal 16 Maret 2021 (P-7)
    8. Bahwa berdasarkan Surat Penetapan Pengadilan Negeri Gresik Nomor 61/Pen.Pid/2021/PN.Gsk tanggal 08 Maret 2021 (P-8)

 

  1. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

TERJADINYA ATAU TERDAPAT TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA/PEMOHON PRAPERADILAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

 

  1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mewujudkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian mengesampingkan hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut, maka Negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk segera melakukan penyelesaian.

 

  1. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum.

 

Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

 

  1. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampur-adukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”.

 

Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan.

 

  1. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :

– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

– dibuat sesuai prosedur; dan

– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

 

  1. Bahwa sebagaimana yang tercantum pada Pasal 21 KUHAP ayat (1) yang berbunyi:

“Perintah penahanan atau penahan lanjut dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”

 

Syarat penahanan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP di atas dikenal dengan syarat penahanan subjektif artinya terdakwa bisa ditahan apabila penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana. Dengan kata lain jika penyidik menilai tersangka/terdakwa tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana maka si tersangka/terdakwa tidak perlu ditahan.

Sementara Pasal 21 ayat (4) KUHAP menyatakan: “Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).”

 

Pasal 21 ayat (4) KUHAP ini dikenal dengan syarat penahanan objektif. Artinya ada ukuran jelas yang diatur dalam undang-undang agar tersangka atau terdakwa itu bisa ditahan misalnya tindak pidana yang diduga dilakukan tersangka/terdakwa diancam pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tersangka/terdakwa ini melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal-Pasal sebagaimana diatur dalam huruf b di atas.

 

  1. Bahwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 KUHAP yang isinya: 
    1. Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari
    2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari
    3. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi
    4. Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum

Bahwa sebagaimana tercantum pasal 24 KUHAP khususnya ayat (1) menyatakan bahwa Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari. Ulangi, hanya berlaku 20 hari. Tetapi apa yang dilakukan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Jawa Timur  Cq. Kepala Kepolisian Resor Gresik cq Kepala Satuan Reserse Narkoba Gresik (Termohon Praperadilan) adalah penahanan terhadap tersangka/pemohon praperadilan bukanlah 20 hari melainkan 21 hari sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Penahanan Nomor Sprint-Han/ 31/I/2021/SatResNarkoba tanggal 24 Januari 2021 (P-4) dimana tertulis “menempatkan tersangka di RUTAN POLRES GRESIK untuk selama 20 hari terhitung mulai sejak tanggal 24 januari 2021 sampai dengan tanggal 13 Februari 2021”. Seharusnya berakhir penahanan yang dikeluarkan penyidik adalah mulai dari tanggal 24 januari 2021 sampai dengan tanggal 12 Februari 2021 bukan tanggal 13 Februari 2021.

Bahwa Surat Perpanjangan Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik Nomor 28/M.5.27/Euh.1/01/2021 tanggal 27 Januari 2021 (P-6) yang menyatakan “untuk paling lama 40 hari terhitung mulai tanggal 14 Februari 2021 s/d tanggal 25 Maret 2021 di Rutan Polres Gresik” tersebut sudah benar, hanya saja tanggal dimulainya penahanan kurang tepat. Karena seharusnya dimulai pada tanggal 13 Februari 2021 bukan tanggal 14 Februari 2021.  Sehingga berakhirnya penahanan yang benar adalah bukan tanggal 14 Februari 2021 s/d tanggal 25 Maret 2021 melainkan mulai tanggal 13 Februari 2021 s/d 24 maret 2021.

  1. Bahwa sungguh sangat disayangkan tindakan tergesa-gesa/ceroboh/kesewenang-wenangan bahkan melanggar Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Jawa Timur  Cq. Kepala Kepolisian Resor Gresik cq Kepala Satuan Reserse Narkoba Gresik (Termohon Praperadilan) dalam hal melakukan penahanan terhadap tersangka/Pemohon bukan 20 hari melainkan 21 hari. Sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Penahanan Nomor Sprint-Han/ 31/I/2021/ SatRes Narkoba tanggal 24 Januari 2021 (P-4).

 

Sebagaimana uraian tersebut diatas tindakan pro justicia yang dilakukan Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Jawa Timur  Cq. Kepala Kepolisian Resor Gresik cq Kepala Satuan Reserse Narkoba Gresik (Termohon Praperadilan) selain secara nyata melanggar ketentuan dalam KUHAP khsusnya tentang penahanan terhadap diri tersangka/ Pemohon praperadilan juga menyalahi atau tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No  6  tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana khususnya pasal 19 yang berbunyi :

  1. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c, dilakukan oleh Penyidik terhadap tersangka dengan dilengkapi surat perintah penahanan
  2. Tindakan penahanan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan
  3. Tanggung jawab administrasi terhadap tersangka yang ditahan berada pada penyidik yang mengeluarkan surat ditahan berada pada penyidik yang mengeluarkan surat perintah penahanan, dan tanggung jawab pemeliharaan dan perawatan tersangka yang ditahan selama di dalam rutan berada padda pejabat pengemban fungsi tahanan dan barang bukti
  4. Dalam hal penahanan tidak sah berdasarkan putusan pra peradilan, tersangka segera dilepaskan sejak dibacakan putusan atau diterima salinan putusan

 

  1. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Tersangka/ Pemohon Praperadilan mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut:

M E N G A D I L I

  1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan bahwa tindakan Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Jawa Timur Cq. Kepala Kepolisian Resor Gresik cq Kepala Satuan Reserse Narkoba  selaku Termohon Praperadilan dalam hal melakukan penahanan terhadap Tersangka/ Pemohon Praperadilan  dengan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprint-Han/ 31/I/2021/ SatRes Narkoba tanggal 24 Januari 2021 tidak sah;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan mengenai penahanan terhadap tersangka/Pemohon Praperadilan oleh Termohon Praperadilan;
  4. Mengeluarkan tersangka/Pemohon Praperadilan dari Rumah Tahanan Negara;
  5. Memulihkan hak tersangka/Pemohon Praperadilan dalam nama baik, kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  6. Memerintahkan Termohon Praperadilan untuk patuh dan taat terhadap putusan ini;
  7. Menghukum Termohon Praperadilan untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku;

Atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim yang Memeriksa dan Mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon agar memberikan putusan seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).

Pihak Dipublikasikan Ya