Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
2/Pid.Pra/2020/PN Gsk | Muhammad Ali Murtadlo | Kejaksaan Negeri Gresik | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Kamis, 30 Jan. 2020 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penghentian penyidikan | ||||
Nomor Perkara | 2/Pid.Pra/2020/PN Gsk | ||||
Tanggal Surat | Kamis, 30 Jan. 2020 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | Adapun Pemohon dengan ini menyampaikan duduk permasalahan ( posita) permohonan praperadilan sebagai berikut :
I. TENTANG HAK DAN KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON 1. Bahwa anggaran dasar GENPATRA pada Pasal 4 huruf h) dan i), Pemohon dalam pendiriannya bermaksud dan bertujuan mendorong penegakan hukum yang adil dan berupaya untuk menjaga kekayaan dan aset Negara seperti sumber daya alam, lingkungan serta memberikan pembelaan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam upaya terciptanya clean government yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta berkontribusi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan KKN; 2. Bahwa anggaran dasar GENPATRA pada Pasal 5 ayat (1) bagian advokasi yaitu melakukan upaya hukum berupa melaporkan atau mengadukan dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwajib (seperti kepolisian, kejaksaan dan aparat penegak hukum sesuai ketentuan perundang-undangan), mengajukan gugatan keperdataan, gugatan tata usaha negara, class action dan praperadilan terhadap pihak yang bersangkutan; 3. Bahwa sebagaimana anggaran dasar GENPATRA dalam Pasal 5 ayat (1), Pemohon berhak mengajukan praperadilan terhadap pihak yang bersangkutan yang diindikasikan tidak melakukan dan/atau melanjutkan proses hukum terhadap tindak pidana KKN, sehingga sah menurut hukum (wettig, lawful) Pemohon mengajukan praperadilan; 4. Bahwa berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), praperadilan terhadap tidak sahnya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dapat diajukan oleh Penyidik atau Penuntut dan Pihak Ketiga yang Berkepentingan; 5. Bahwa siapa yang dimaksud frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya pada perkara nomor 98/PUU-X/2012 yang diucapkan tanggal 21 Mei 2013 dalam amar putusannya menyatakan : Mengabulkan permohonan pemohon: 1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”: 1.2. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”; In casu yang mengajukan permohonan praperadilan adalah Kuasa dari GENPATRA dalam kedudukannya sebagai lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan berdasarkan surat kuasa khusus nomor 01/KUASA/AHP/I/2020 tertanggal 17 Januari 2020; Berdasarkan fakta yang dikemukakan di atas permohonan praperadilan diajukan oleh pihak yang memiliki kapasitas (bevoegdhied, compatence) sesuai dengan yang digariskan peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon dalam perkara a quo sah menurut hukum (wettig, lafwul);
II. DALIL PENGHENTIAN PENYIDIKAN SECARA MATERIIL 6. Bahwa Pasal 1 angka 10 huruf b) KUHAP menjelaskan "Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan"; 7. Bahwa Pasal 77 huruf a) KUHAP menyatakan "Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan"; 8. Bahwa Penghentian Penyidikan dalam permohonan a quo adalah permohonan pemeriksaan tidak sahnya penghentian penyidikan secara materiil; 9. Bahwa KUHAP tidak secara tegas menyebutkan bentuk penghentian penyidikan apakah berupa Surat Penghentian Penyidikan ataupun telah dilimpahkannya perkara ke Pengadilan yang mengakibatkan proses penyidikan berhenti dan diteruskan dengan penuntutan. Ini berbeda dengan penghentian penuntutan yang ditegaskan dalam pasal 140 ayat (2) huruf a menyatakan penghentian penuntutan dituangkan dalam surat ketetapan; 10. Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 2 KUHAP, Penyidikan didefinisikan sebagai serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya; 11. Bahwa dengan dilimpahkannya perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili sebagaimana Pasal 137 KUHAP, dalam prakteknya penyidik telah selesai melakukan penyidikan dan menghentikan serangkaian tindakan penyidikan dengan memasuki tahap penuntutan, akibatnya (gevolg, effect) tidak jarang jika penyidik khilaf untuk mengungkap pihak lainnya yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana dan juga berpotensi daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78, 79 dan 80 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP); 12. Bahwa karena tidak adanya panduan baku dalam KUHAP dan rawan terjadinya penyimpangan di dalam pelaksanannya, terdapat beberapa hakim yang melakukan terobosan dengan melakukan penafsiran atas tindakan penyidik yang dikategorikan sebagai bentuk penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam frasa “penghentian penyidikan” dalam KUHAP, salah satu diantaranya putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor 01/PRA/2014/PN.Byl yang diputuskan tanggal 05 Desember 2014 dan diucapkan tanggal 08 Desember 2014, pada halaman 25 dijelaskan : “Menimbang, bahwa dengan adanya tindakan Termohon I tersebut telah membuat perkara in casu menjadi menggantung yang berlangsung selama bertahun-tahun mengakibatkan ketidakpastian hukum terhadap perkara tersebut; Menimbang bahwa Termohon I merupakan organ yang melaksanakan tugas jalannya penegakan hukum sehingga didalam melaksanakan tugasnya sebagai aparat hukum tidak boleh menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap suatu perkara; Menimbang, bahwa oleh karena Praperadilan merupakan fungsi kontrol tehadap jalannya penyidikan dan untuk adanya kepastian hukum terhadap perkara a quo maka terhadap perkara a quo Hakim berpendapat walaupun secara formil Termohon I tidak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan terhadap perkara a quo namun secara materiil tindakan Termohon I yang tidak menindaklanjuti proses penyidikan selama bertahun-tahun dapat dikatakan tindakan Termohon I tersebut dipersamakan dengan Termohon I telah melakukan Penghentian Penyidikan Terhadap Perkara a quo; Menimbang, bahwa oleh karena hakim berpendapat tindakan Termohon I yang telah lama tidak menindaklanjuti proses penyidikan terhadap perkara a quo merupakan tindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindakan penghentian penyidikan yang tidak sah maka pengadilan memerintahkan ...dst...”;
13. Meskipun penyidik dapat mendasarkan pada perkembangan perkara yang telah diputus di tingkat judex factie, terkadang patut diduga penyidik lalai (nalatig, neglectful) dalam proses penyelidikan maupun penyidikan dengan tidak memeriksa seluruh pihak yang menjadi fakta hukum dan fakta persidangan dalam perkara sebelumnya yang telah diputus; 14. Bahwa tidak diselesaikannya penanganan suatu perkara dugaan korupsi beserta turunnya dalam perkara a quo telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga harus dilakukan upaya hukum pemaknaan secara diperluas sebagai bentuk penghentian penyidikan materiil dikarenakan bertentangan dengan azas dan filosofi yang termuat dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengharuskan tentang pelaksanan penegakan hukum itu untuk memedomani asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta tidak berbelit-belit. 15. Bahwa dari rumusan itu diketahui bahwa setiap “kelambatan” penyelesaian perkara pidana yang disengaja oleh aparat penegak hukum merupakan pelanggaran terhadap HAM. Serta dalam Pasal 9 ayat (3) International Convenant on Civil and Political Right (ICCPR) Tahun 1966 yang menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilaksanakan sesegera mungkin; Sehubungan dengan itu, demi tegaknya asas fair trial and honest trial, hakim praperadilan yang memeriksa perkara ini, hendaknya dapat menilai dan mempertimbangkan dengan seksama secara argumentatif dan konfrontatif alasan permohonan praperadilan yang diajukan berhadapan dengan pertimbangan perkara a quo;
III. ALASAN POKOK PERKARA YANG MENDASARI PERMOHONAN PEMERIKSAAN PRAPERADILAN
Landasan Yuridis Pemberian Insentif Pajak 16. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menjadi dasar pemberian insentif pemungutan pajak daerah bagi pelaksana pemungutan pajak daerah dalam hal ini para pegawai Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Gresik sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 17. Bahwa dengan adanya target penerimaan pajak daerah serta hasil realisasinya sehingga diperoleh insentif pajak daerah di BPPKAD Kabupaten Gresik, dimana mekanisme prosesnya berawal dari penyusunan konsep Kebijakan Umum Anggaran–Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) pada tahun anggaran oleh pihak Bappeda Kabupaten Gresik bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kemudian disetujui bersama Bupati Gresik dan Banggar DPRD Kabupaten Gresik, selanjutnya disusunlah konsep awal RAPBD oleh tim anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik dimana dari pihak BPPKAD Kabupaten Gresik mengajukan anggaran sampai dengan jenis pendapatan dan jenis Belanja di dalam RAPERDA, serta anggaran sampai dengan rincian obyek pendapatan dan rincian obyek belanja di dalam RAPERBUP, termasuk di dalam rincian obyek pendapatan RAPERBUP tersebut ada target pendapatan jenis pajak daerah terdiri dari 11 komponen obyek pajak yakni pajak hotel, pajak restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, parkir, air tanah, mineral bukan logam, PBB, dan BPHTB; 18. Bahwa setiap obyek pajak tersebut memiliki target pendapatan yang jika masing-masing tercapai target pendapatannya maka akan diberikan insentif pajak sebesar 5% dari total pendapatan yang sudah dalam bentuk angka nominal (bukan prosentase) lalu dimasukkan dalam rincian obyek belanja RAPERBUP; 19. Bahwa konsep RAPBD yang sudah tuntas disahkan oleh DPRD Kabupaten Gresik untuk kemudian diajukan ke Pemprov Jatim selanjutnya diberikan nomor registrasi PERDA APBD dan PERBUP, hingga akhirnya disahkan secara resmi menjadi PERDA APBD tahun anggaran dan PERBUP tentang Penjabaran APBD tahun anggaran; 20. Bahwa alokasi peruntukan dana insentif berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak daerah dan Retribusi Daerah, secara proporsional dibayarkan kepada: a. Pejabat dan pegawai Instansi Pelaksana Pemungut Pajak dan Retribusi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing; b. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai penanggung jawab pengelolaan keuangan daerah; c. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah; d. Pemungut Pajak Bumi dan Bangunan pada tingkat Desa/Kelurahan dan Kecamatan, Kepala Desa/Lurah atau sebutan lain dan Camat, dan tenaga lainnya yang ditugaskan oleh Instansi Pelaksana Pemungut Pajak; dan e. Pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Pajak dan Retribusi.
Pemotongan Dana Insentif Pajak Di BPPKAD Kabupaten Gresik 21. Bahwa dalam pelaksanaannya telah terjadi penyimpangan berupa praktik pemotongan sejumlah prosentase tertentu dari insentif yang diberikan kepada para Pejabat dan Pegawai BPPKAD Kabupaten Gresik; 22. Bahwa penyimpangan pemotongan sejumlah prosentase tertentu dari insentif yang diberikan tersebut tidak melalui mekanisme dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan; 23. Bahwa dalam perkembangannya, pada tanggal 14 Januari 2019, Termohon telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pemotongan insentif pendapatan pajak di lingkungan BPPKAD Pemerintah Kabupaten Gresik sebagaimana di atas terhadap M. Mukhtar, S.Sos.,M.M selaku Sekretaris BPPKAD Pemerintah Kabupaten Gresik; 24. Bahwa perkara korupsi di lingkungan BPPKAD Pemerintah Kabupaten Gresik telah berangsur nampak dipermukaan dengan telah diputusnya pada tingkat judex factie putusan atas nama terdakwa M. Mukhtar, S.Sos.,M.M dengan salah satu amarnya menyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut (dakwaan kedua Termohon Pasal 12 Huruf F jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP) sebagaimana dalam putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby yang termuat pada publikasi dokumen elektronik putusan seluruh Pengadilan di Indonesia (Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia) – (selanjutnya disebut putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby); 25. Bahwa dalam putusan atas nama terdakwa M. Mukhtar, S.Sos.,M.M sebagaimana di atas, termuat dakwaan M Mukhtar yang disusun oleh Termohon pada halaman 19 point pertama putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby yang narasinya dengan tegas pada pokoknya menyatakan “ bahwa pada kenyataanya pengelolaan dana hasil potongan dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik tersebut selain dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kantor yang tidak terakomodir oleh APBD, Namun dialokasikan juga sebagai bentuk hadiah kepada pihak-pihak diluar BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain : - Bupati Gresik; - Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik; - Kepala BKD Kabupaten Gresik; - Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik; - Ajudan dan Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda; - Serta pihak-pihak lainnya. ”
Pendistribusian Dana Potongan Insentif Pajak 26. Bahwa dalam pertimbangan majelis hakim pada putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby pada halaman 192 paragraf ke-2 secara ekspresif verbis pada triwulan I (Januari – Maret) 2018 menyatakan “Menimbang ...dst... untuk kebutuhan di luar BPPKAD baik yang rutin maupun insidentil sebesar Rp.286.000.000,- (antara lain diserahkan sebagai hadiah kepada pihak-pihak di luar kantor BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik; Kepala BKD Kabupaten Gresik; Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik; Ajudan dan Sekpri Bupati, wakil Bupati, Sekda; LSM; serta pihak-pihak lainnya ... dst”; 27. Bahwa majelis hakim juga dalam pertimbangannya, pada halaman 193 paragraf ke-1 secara ekspresif verbis pada triwulan ke II (April – Juni) 2018 dengan sistem prosentase pemotongan yang berbeda dengan triwulan I yaitu pengenaan prosentase sebesar 25% (dua puluh lima persen) secara merata untuk seluruh pejabat struktural dan pegawai BPPKAD dengan dalih untuk azas keadilan dan proporsionalitas yang pendistribusiannya dengan tegas dinyatakan “Menimbang ...dst... dan setelah terkumpul ditangan terdakwa, maka pendistribusiannya sebagaimana seperti pendistribusian Triwulan I...dst” ; 28. Bahwa selain itu, majelis hakim dalam pertimbangannya juga pada halaman 194, secara ekspresif verbis pada triwulan III (Juli – September) 2018 pendistribusian potongan insentif pajak dilakukan kepada berbagai pihak, yang narasinya dengan tegas menyatakan “Menimbang ...dst... untuk kebutuhan di luar BPPKAD baik yang rutin maupun insidentil sebesar Rp.677.401.000,-(enam ratus tujuh puluh tujuh juta, empat ratus satu ribu rupiah) seperti antara lain untuk Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik; Kepala BKD Kabupaten Gresik; Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik; Ajudan Bupati, Wakil Bupati, Sekda; LSM; serta pihak-pihak lainnya...dst.” 29. Bahwa dengan berdasarkan pada ratio decidendi sebagaimana di atas, pihak manapun yang menerima secara rutin yang disebutkan dalam putusan tersebut yang telah divonis ditingkat judex factie, haruslah dilakukan penyidikan dan apabila didapat dugaan yang kuat mengarah suatu tindak pidana maka dapat dinyatakan sebagai tersangka dan diproses ke Pengadilan sebagaimana yang sudah terjadi pada M Mukhtar;
Pemotongan Dana Insentif Dilakukan Sejak Tahun 2014 30. Bahwa Prima Facie, pemotongan dana insentif tersebut dilakukan pemotongan sejak masa kepemimpinan Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, M.M berdasarkan prosentase kepada Pejabat dan Pegawai BPPKAD Kabupaten Gresik berdasarkan pengakuan (bekentfenis, confession) Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, M.M selaku Kepala BPPKAD Tahun 2014 yang diucapkan di bawah sumpah dimuka persidangan yang tertuang pada putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dan juga menjadi fakta hukum; 31. Bahwa pemotongan dana insentif pada tahun 2014 tersebut secara jelas narasi dalam fakta hukumnya pada halaman 180 putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dilakukan atas perintah Drs. Agus Pramono selaku sekretaris dan Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, M.M selaku Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik pada saaat itu, yang juga hasil pemotongan dana insentif selain dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kantor yang tidak terakomodir oleh APBD juga dialokasikan sebagai bentuk hadiah kepada pihak-pihak di luar BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain kepada : - Bupati Gresik; - Asisten I, II dan III; - Staf Setda Kabupaten Gresik; - Kepala BKD Kabupaten Gresik; - Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik; - Ajudan dan Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda; - Serta pihak-pihak lainnya; 32. Bahwa kendatipun demikian, hingga saat ini Termohon belum melakukan penyidikan dan apabila diduga terdapat tindak pidana maka dapat ditetapkan tersangka terhadap sekretaris dan kepala BPPKAD Kabupaten Gresik tahun 2014 sebagaimana yang terjadi pada M Mukhtar; 33. Bahwa dalam perjalanannya perkara korupsi di BPPKAD Kabupaten Gresik memunculkan tersangka baru yang saat ini sudah memasuki persidangan dengan status terdakwa dan menjadi Tahanan Kota oleh Pengadilan Tipikor Surabaya yaitu Andy Hendro Wijaya selaku mantan Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik dan saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Gresik dengan nomor perkara 144/Pid.Sus-TPK/2019/PN Sby; 34. Bahwa dengan telah dilimpahkannya berkas perkara Andy Hendro Wijaya ke Pengadilan, penyidikan yang dilakukan oleh Termohon menjadi berhenti secara materiil, semestinya Termohon melanjutkan penyidikan kepada pihak-pihak yang juga menerima secara rutin setiap triwulannya dari hasil tindak pidana korupsi yang ada di BPPKAD Kabupaten Gresik dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 11 UU Tipikor bagi yang patut diduga berhubungan dengan jabatannya;
Pemberian Hadiah Kepada Pejabat Terkait 35. Bahwa bahkan dalam fakta-fakta hukum putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby pada halaman 180 dan 181, terdapat fakta hukum yang didasarkan pada keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa didukung dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan serta barang bukti satu dengan lainnya saling bersesuaian, yaitu : “Bahwa pengelolaan dana hasil potongan dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik tersebut selain dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kantor yang tidak terakomodir oleh APBD, juga dialokasikan sebagai bentuk hadiah kepada pihak-pihak di luar BPPKAD Kabupaten Gresik antara lain kepada Bupati Gresik; Asisten I, II dan III, Staf Setda Kabupaten Gresik; Kepala BKD Kabupaten Gresik; Kabag Hukum, Kasubag Hukum Kabupaten Gresik; Ajudan dan Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda; serta pihak-pihak lainnya.
Bahwa pemberian uang hasil potongan dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik kepada pihak-pihak lain di luar BPPKAD Kabupaten Gresik tersebut dilakukan rutin setiap triwulannya ketika dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik dicairkan 4 (empat) kali dalam setahun secara triwulanan, dimana yang biasanya menyerahkan/mendistribusikan uang adalah Dra. SITI FAUZIAH, MM., saksi Drs. AGUS PRAMONO, Dr. Dra. YETTY SRI SUPARYATIDRA,MM., dan terdakwa sendiri yang pada saat itu masih menjabat sebagai Kepala Bidang Anggaran/Kepala Bidang PBB;” 36. Bahwa dengan demikian pihak manapun baik dari Pemerintah Kabupaten Gresik dan pihak lainnya yang berdasarkan fakta hukum dalam Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby disebut menerima alokasi sebagai bentuk hadiah dari hasil pungutan insentif secara melawan hukum (wederrechtelijk) haruslah dilakukan penyidikan dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka dapat dinyatakan sebagai Tersangka dan diproses ke Pengadilan;
Berkurangnya Uang Pengganti Yang Harus Dikembalikan Oleh M Mukhtar di Tingkat Banding 37. Bahwa sebagaimana dalam amarnya angka 3 ditingkat judex factie pada putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby, M Mukhtar dijatuhkan juga pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebagai hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan sejumlah Rp. 2.163.357.523,- (dua milyard seratus enam puluh tiga juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus dua puluh tiga rupiah); 38. Bahwa kemudian pada tingkat judex factie (banding) di Pengadilan Tinggi Surabaya yang diajukan oleh M Mukhtar dan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dalam putusan tingkat Banding Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2019/PT. Sby yang termuat pada publikasi dokumen elektronik putusan seluruh Pengadilan di Indonesia (Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia) – (selanjutnya disebut putusan Banding Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2019/PT. Sby) telah memperbaiki sebagian amar yang terdapat pada Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby sekedar mengenai pidana tambahan berupa uang pengganti; 39. Bahwa dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim (ratio decidendi) di tingkat Banding, pada paragraf ke- 2 halaman 69 putusan Banding Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2019/PT. Sby menyatakan : “Menimbang, bahwa kerugian Negara akibat perbuatan Terdakwa secara berlanjut selaku Seketaris Kantor Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) selama 2018 sampai dengan tahun 2019, yaitu Termin I sampai dengan Termin IV yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Terdakwa semula adalah sejumlah Rp1.198.608.960,- (satu milyar seratus sembilan puluh delapan juta enam ratus delapan ribu sembilan ratus enam puluh rupiah);” Dengan demikian setelah dikurangi uang hasil OTT sejumlah Rp. 374.186.000.- (tiga ratus tujuh puluh empat juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah) dan dikurangi uang titipan sejumlah Rp. 167.900.000,- (seratus enam puluh tujuh juta sembilan ratus ribu rupiah), sehingga kerugian Negara yang menjadi tanggungjawab pribadi terdakwa M Mukhtar adalah sejumlah Rp. 666.985.960,-(enam ratus enam puluh enam juta sembilan ratus delapan puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh rupiah); 40. Bahwa dengan adanya perubahan pidana tambahan berupa menurunnya pembayaran uang pengganti kerugian Negara yang menjadi tanggungjawab pribadi M Mukhtar dari Rp. 2.163.357.523,- (dua milyard seratus enam puluh tiga juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus dua puluh tiga rupiah) menjadi Rp1.198.608.960,- (satu milyar seratus sembilan puluh delapan juta enam ratus delapan ribu sembilan ratus enam puluh rupiah), maka didapatkan selisih kerugian Negara yang belum jelas kepada siapa dipertanggungjawabkan sebesar Rp. 964.748.563,- (sembilan ratus enam puluh empat juta tujuh ratus empat puluh delapan ribu lima ratus enam puluh tiga rupiah); 41. Bahwa sebagaimana Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, menggunakan frasa “jumlah sebanyak-banyak sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi”, dikaitkan dengan berkurangnya pembayaran uang pengganti M Mukhtar maka didapatkan selisih kerugian Negara sebesar Rp. 964.748.563,- (sembilan ratus enam puluh empat juta tujuh ratus empat puluh delapan ribu lima ratus enam puluh tiga rupiah) yang belum dapat dipertanggungjawabkan secara formil dan kepada siapa dibebankan konsekuensi hukumnya;
Tentang Hukumnya Bagi Pejabat Penerima Hadiah Yang Berkaitan Dengan Jabatannya 42. Bahwa dengan berpedoman pada Pasal 11 UU Tipikor yang dengan tegas menyatakan : “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.” 43. Bahwa dengan berlandaskan teori penafsiran sistematis, sebagaimana Pasal 171 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemberian insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu terhadap instansi yang melaksanakan pemungutan pajak dilakukan dengan cara sebagaimana diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan mendasari Undang-Undang tersebut, pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tegas menyatakan : “Penerima pembayaran Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan besarnya pembayaran Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.” Dengan demikian, secara yuridis formil penerima dan besaran insentif pajak yang akan diterima oleh BPPKAD dan pihak lainnya ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah dalam kekuasan atau wewenang jabatannya sebagai Bupati ataupun Walikota; 44. Bahwa namun demikian sampai dengan didaftarkannya praperadilan ini, Termohon belum melakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang disebut menerima hasil pemotongan dana insentif dalam putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby (fakta hukum), sehingga haruslah dimaknai telah terjadi penghentian penyidikan perkara secara materiil atas dugaan tindak pidana pemotongan insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik;
Landasan Yuridis Kewajiban Termohon Dalam Perkara A Quo 45. Bahwa sebagaimana Pasal 106 KUHAP yang berbunyi : “Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan”, Dengan demikian kata “segera” atau “secepatnya” sebagaimana bunyi ketentuan tersebut di atas haruslah pada kesempatan pertama membuka penyidikan, dengan didasarkan pada fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby. Lazimnya termohon sudah mengetahui adanya penerima alokasi pungutan atau pemotongan dana insentif secara rutin di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan sebagaimana unsur dalam Pasal 11 UU Tipikor, namun hingga saat ini pihak-pihak yang disebutkan dalam fakta hukum tersebut yang diduga memiliki hubungan kekuasan dan kewenangan jabatan, diduga belum pernah sekalipun dimintai keterangan atau klarifikasi sebagai saksi atas fakta hukum tersebut secara resmi pada tingkat penyidikan; 46. Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 226 ayat (2) KUHAP mengatur lebih lanjut pemberian salinan putusan dalam hukum acara pidana yang menyatakan : “(2) Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya diberikan atas permintaan.” Dengan mendasari ketentuan sebagaimana dimaksud, Termohon selaku penyidik dan penuntut umum dalam perkara M Mukhtar seyogyanya telah menerima salinan putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dan memahami dengan cermat tentang fakta hukumnya; 47. Bahwa dengan tidak tuntasnya penanganan perkara dugaan tindak pidana pemotongan dana insentif pajak secara menyeluruh hingga pihak penerimanya, menjadikan pihak-pihak yang diduga terkait dan atau terlibat tidak bisa diadili sebagaimana mestinya; 48. Bahwa Termohon tidak segera melakukan penyidikan atas fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby, haruslah disinkronkan dengan ketentuan Pasal 78 KUHP tentang Daluarsa, sehingga dugaan upaya mengulur-ngulur waktu haruslah dimaknai Termohon akan menunggu daluarsa sehingga perkara secara otomatis berhenti penyidikannya sebagaimana ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP; 49. Bahwa untuk mengatasi dugaan ketidakpastian dan dugaan berlarut-larutnya penanganan perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik diperlukan recht finding (penemuan hukum) dalam rangka mengisi kekosongan hukum atas kebutuhan penanganan perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik oleh Termohon dalam bentuk hakim mengabulkan permohonan praperadilan a quo dan perintah hakim kepada Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bentuk melakukan penyidikan dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai dengan menetapkan tersangka terhadap pihak-pihak yang menerima alokasi pemotongan dana insentif di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan dan melanjutkan dengan pendakwaan dan penuntutan proses persidangan; 50. Bahwa tujuan Praperadilan adalah sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Pasal 80 KUHAP berbunyi : “Pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal.” Bukan bermaksud menggurui, jika terjadi ketidakpastian hukum dan ketidak-adilan bagi Korban Korupsi di Kabupaten Gresik serta mencederai rasa keadilan bagi mayarakat luas dengan dugaan berlarut-larutnya penanganan perkara pemotongan insentif pajak dan dugaan tebang pilih penanganan perkara, maka atas dasar kewenangannya maka Majelis Hakim dalam memberikan putusan Praperadilan tidak semata-mata atas formalitas dan kepastian hukum, tetapi Majelis Hakim harus memutus Praperadilan a quo demi tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran bagi masyarakat luas dengan mengabulkan seluruh Petitum Permohonan Praperadilan dalam perkara a quo. Mohon diijinkan Pemohon dan masyarakat Kabupaten Gresik merasakan hukum yang tegak, berkeadilan dan berkebenaran; 51. Bahwa dapat direnungkan, senyatanya Termohon terhadap dalil-dalil di atas dapat diduga tidak melanjutkan penyidikan atas perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik sesuai fakta hukum atas putusan perkara Nomor: 59/Pid.Sus-TKP/2019PN.Sby dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai menetapkan Tersangka terhadap pihak-pihak yang menerima alokasi pemotongan dana insentif di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan sehingga dengan demikian tindakan a quo sebagai bentuk PENGHENTIAN PENYIDIKAN pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik secara tidak sah dan melawan hukum (wederrechtelijk); 52. Bahwa oleh karena Penghentian Penyidikan atas perkara a quo adalah tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya, maka selanjutnya Termohon diperintahkan untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
Petitum Sehubungan dengan itu, cukup beralasan bagi Pemohon untuk meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Gresik c.q Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa permohonan praperadilan ini, untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: Primair : 1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pemohon sah kedudukannya sebagai pihak ketiga berkepentingan dan berhak mengajukan permohonan praperadilan dalam perkara a quo; 3. Menyatakan secara hukum Termohon telah melanggar ketentuan dalam Pasal 106 KUHAP serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam menangani perkara pemotongan dana insentif pajak di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik, sehingga pelanggaran a quo merupakan bentuk penghentian penyidikan secara tidak sah dan batal demi hukum; 4. Memerintahkan Termohon untuk melakukan penyidikan terhadap pihak yang diduga berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan jabatan yang berdasarkan fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby menerima secara rutin setiap triwulan potongan dana insentif BPPKAD Kabupaten Gresik dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai dengan menetapkan Tersangka dan melanjutkan dengan pendakwaan dan penuntutan dalam proses persidangan; 5. Memerintahkan Termohon untuk melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan pemotongan dana insentif di BPPKAD Kabupaten Gresik Tahun 2014 sebagaimana fakta hukum Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 59/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Sby dan apabila diduga kuat terdapat tindak pidana maka disertai dengan menetapkan Tersangka dan melanjutkan dengan pendakwaan dan penuntutan dalam proses persidangan; 6. Membebankan biaya perkara yang timbul menurut hukum.
Subsidair : Apabila hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan pemeriksaan praperadilan ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |